Thursday 11 February 2016

Berbagai Alasan Kenapa Pendaki Gunung Itu Keren

Mendaki gunung adalah salah satu kegemaran yang saat ini sangat populer. Berbekal perlengkapan dan logistik, seorang pendaki rela menyambangi hutan, menembus gelapnya kabut dan mengalahkan dinginnya udara pegunungan, belum lagi badai yang sewaktu-waktu bisa saja menerjang. Semua dilakukan demi bisa bercumbu dengan puncaknya.

Perjalanan menuju puncak mungkin terdengan biasa bagi kita yang belum pernah mencobanya. Tapi bagi dia yang pernah menjejakkan kaki di puncak-puncak tertinggi, mendaki tidak pernah dianggap sederhana. Mendaki adalah cara merayakan kehidupan, mencerapi dan menjadikan bermakna.




Berikut adalah berbagai alasan kenapa seorang pendaki itu keren dan layak untuk dijadikan teman hidup :


Pendaki adalah Dia yang bisa memantapkan hati

Berawal dari sekedar keinginan, misalnya setelah menonton film tentang pendakian atau melihat foto salah seorang teman yang menyunggingkan senyum di puncak gunung, niat untuk menjajal pendakian muncul, tapi tak begitu saja terburu-buru dieksekusi. Butuh proses untuk meyakinkan diri sendiri bahwa sebuah keinginan tak boleh dibiarkan cuma jadi sekedar angan-angan.

Banyak yang mendukung, tapi juga tak jarang orang lain tertawa dan meremehkan. Cerita mereka yang mendapati pengalaman tidak menyenangkan saat mendaki mungkin sempat membuat ciut mental. Tapi bukan berarti niat boleh begitu saja luntur. Dia percaya bahwa keberhasilan adalah tentang meyakini dan berusaha.


Pendaki mengerti pencapaian datang sepaket dengan usaha


Melatih fisik sebelum mendaki wajib hukumnya demi bisa berjam-jam berjalan melewati hutan, tanjakan berpasir atau ganasnya udara dingin. Lari 4x seminggu, konsumsi makanan sehat, istirahat yang cukup dan banyak hal yang sengaja dilakukan demi menjaga stamina dan kebugaran tubuh. Selain itu kondisi mental pun tak kalah jadi perhatian. Berusaha untuk selalu berpikir positif dan tetap eprcaya diri tanpa sedikit pun berniat jumawa mengalahkan alam.

Yang pasti setiap pencapaian pastilah dibarengi usaha. Keinginan dan niat yang kuta menuntunnya untuk tak bermalas-malasan. Semakin besar keinginan, maka semakin gigih pula usaha untuk mencapainya.


Ia yang bisa mendaki tahu setiap langkah harus diambil dengan pertimbangan yang matang.


Seorang pendaki akan masak-masak memikirkan segala sesuatunya. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai puncak lalu turun, jumlah logistik, hingga seberapa dingin suhu yang akan dihadapi. Selain cermat menganalisa, pendaki juga tak kalah sigap mengantisipasi segala kemungkinan. Cuaca yang tidak bisa diprediksi lagi, tersesat, kelelahan, cedera hingga kemungkinan bertemu orang jahat pun sudah diperhitungkan baik-baik.



Dia adalah pribadi yang mengerti arti sebuah kepercayaan.

Dalam pendakian, memegang sebuah kepercayaan pada teman satu tim menjadi sangat penting. Bagaimanapun sesama anggota tim akan saling menjaga demi bisa bertahan hidup di alam liar. Seorang pendaki percaya bahwa teman-teman dalam tim tidak akan membiarkannya berjalan tertatih karena kelelahan. Dia pun tidak akan mengkhianati teman yang cedera dengan meninggalkannya lalu nekad melanjutkan perjalanan sendirian. Menjadi pendaki berarti belajar untuk mau percaya sekaligus menjadi pribadi yang bisa dipercaya.



Pendaki juga meyakini bahwa doa bisa jadi sumber kekuatan.


Semesta alam punya kuasa luar biasa dan seorang pendaki mengerti akan hal itu. Ketika maut bisa saja setiap saat menjemput, tak ada pilihan lain selain berserah pada Sang Pencipta sejak langkah pertama. Berdia sebelum memulai pendakian adalah ritual wajib, begitupun setelah menyelesaikan pendakian dan kembali pulang.



Pendaki adalah dia yang paling mengenal dirinya sendiri.

Konon sifat seseorang akan benar-benar terlihat saat melakukan pendakian. Pemberani atau penakut, kuat atau gampang mengeluh, jujur atau suka berpura-pura, sabar atau gegabah. Berbagai karakter asli manusia akan muncul saat berada dalam kondisi yang tidak nyaman.

Dia yang terbiasa mendaki berarti sudah lulus mengenal dirinya sendiri. Menjadikan perjalanan pulang sebagai momen refleksi. Memilah sikap dan sifat baik yang perlu dipertahankan atau pun karakter negatif yang harus segera dibuang.


Perjalanan mengajarkan dia tumbuh menjadi pribadi yang perasa.


Bukan perkara diri sendiri, tapi memperhatikan orang lain sama pentingnya. Perjalanan selama pendakian menjadikan pendaki lebih peka terhadap lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Misalnya pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan saling dilontarkan pada rekan dalam pendakian :

"Mau istirahat dulu nggak?"
"Kamu masih kuat kan?"
"Sudah lapar kah?"



Pendaki adalah orang yang gigih dan punya semangat juang tinggi.


Pendakian sudah pasti menguras tenaga. Ritme langkah yang cepat di etape pertama sering kali tak bisa bertahan di etape berikutnya. Puncak yang tak kunjung dijejak membuat kata "menyerah" sudah bersiap di ujung lidah.

Namun pendaki adalah dia yang terbiada menempa dirinya sendiri. Berusaha mati-matian mengabaikan rasa lelah demi bisa fokus pada target yang menjadi tujuan awal. Meskipun harus mengais sisa-sisa tenaga, semangat untuk mencapai puncak mati-matian terus dipertahankan.



Naluri dan insting adalah hal yang tak pernah diremehkan oleh para pendaki.


Seorang pendaki menjadikan naluri sebagai pegangan. Baik itu secara alami ataupun berasal dari pengalaman. Dia terbiasa memilih segala sesuatu dengan presisi. Memilih jalan memutar dengan waktu lebih lama atau nekad memotong jalan dengan menjajal turunan curam. Dia punya perhitungan sebelum memutuskannya. Yang pasti dirinya percaya bahwa setiap keputusan bisa jadi meringankan atau justru berakibat fatal.



Pendaki terdidik menjadi pribadi yang mudah bergaul.


Tak harus bergabung dalam komunitas, gunung bisa jadi tempat untuk menjalin pertemanan. Biasanya para pendaki akan saling menyapa ketika berpapasan di jalur pendakian. Ketika sama-sama berhenti untuk beristirahat, saling bertanya nama dan daerah asal sudah jadi rutinitas. Bahkan ketika melihat pendaki lain yang sedang kelelahan selalu mengucapkan kata penyemangat "AYo sedikit lagi. Semangat Kak". Tak ada istilah orang asing di gunung karena sesama pendaki adalah teman.



Keterbatasan tak menjadikan dia pelit atau enggan berbagi.

Pendaki punya jiwa korsa yang tinggi. Baik dengan teman satu tim atau pendaki lain, saling tolong-menolong menjadi hal wajib. Berpapasan dengan pendaki lain yang kehabisan air minum tidak menjadikannya acuh. Meskipun persediaan air miliknya juga terbatas, dia tak ragu untuk sejenak berhenti dan berbagi beberapa teguk. Sadar atau tidak sedikit pemberian darinya bisa jadi menyelamatkan nyawa orang lain.



Mendaki membuat mereka belajar mengalahkan diri sendiri.

Pengalaman mendaki bisa jadi berakibat perubahan besar-besaran dalam hidup. Tentang bagaimana para pendaki bisa mengalahkan diri sendiri dan menemukan diri mereka yang baru dan lebih tangguh. Minimnya nafsu makan bukan berarti sah melakukan perjalanan dalam kondisi perut kosong. Udara dingin yang seperti menusuk tulang tidak menjadikannya berlama-lama dalam tenda dan enggan melanjutkan perjalanan. Kadang melawan diri sendiri justru yang menjadikan seseorang berhasil.



Pendaki adalah pribadi yang bisa menghargai kebaikan-kebaikan kecil.


Pemandangan yang indah, udara sejuk dan nyamannya suasana pegunungan jadi bukti bahwa alam sudah demikian berbaik hati pada manusia. Seorang pendaki terbiasa menghargai segala yang ditemui sepanjang pendakian. Tidak meninggalkan sampah di gunung, memerikasa sisa-sisa api unggun, pantang membuat corat-coret atau merusak tanaman. Ketika bisa menghargai segala yang ada di sekitarnya dia pun sudah pasti menghargai dirinya sendiri.



Kakinya menjejak puncak-puncak tertinggi, tapi hal itu justru menjadikan dia rendah hati.

Setiap langkah adalah pertarungan dengan diri sendiri. Sementara tiba di puncak berarti merasakan momen haru yang berbalut rasa bangga dan syukur. Namun sebuah keberhasulan tak begitu saja menjadikan seorang pendaki menjadi sombong. Keindahan luar biasa di atas puncak gunung justru menyadarkan bahwa dirinya begitu "kecil". Puncak memberikan pelajaran bahwa tidak selayaknya manusia berhak jumawa diantara kebesaran alam yang luar biasa.



Pendaki adalah dia yang menjadikan hidupnya lebih bermakna.

Alam mengajarkan manusia bahwa hidup bukanlah sekedar soal materi. Kasarnya gunung menjadikan sebotol air minum atau sepotong roti jauh lebih berharga daripada beberapa lembar uang ratusan ribu. Pengalaman mendaki juga mengajarkan pentingnya punya visi dan misi yang jelas dalam hidup.

Cita-cita sah-sah saja di letakkan setinggi-tingginya, tapi perjuangan untuk bisa meraihnya adalah hal mutlak. Yang pasti para pendaki paling tahu bahwa hidup tak harus dijalani dengan ambisi buta. Kunci sukses adalah tetap santai namun fokus pada target yang diinginkan.



- dikutip dari hipwee.com



Bagikan

Jangan lewatkan

Berbagai Alasan Kenapa Pendaki Gunung Itu Keren
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.